MENGENDALIKAN KEMARAHAN
[Janganlah] mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri (Filipi 2:3)
Bacaan: Daniel 3:8-25
Setahun: Mazmur 35–36; Kisah Para Rasul 25
Orlando, Florida mempunyai beberapa taman hiburan luas bertema khusus yang menarik ribuan keluarga untuk berlibur di sana setiap tahun. Namun tahun lalu, sebuah majalah kesehatan menjuluki Orlando sebagai “Kota Paling Pemarah di Amerika”. Mereka memberikan julukan itu karena hal-hal yang terjadi di sana seperti berbagai serangan ganas, kemarahan di jalanan, dan persentase orang yang menderita penyakit darah tinggi.
Raja Nebukadnezar, “dalam marahnya dan geramnya” memerintahkan agar Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dibawa menghadap kepadanya, sebab mereka tidak mau menyembah patung emas yang telah didirikannya (Daniel 3:13). Ketika kehendaknya tidak mereka taati, “meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air mukanya berubah” terhadap ketiga orang itu (ayat 19).
Kita semua bergumul dengan kemarahan. Akan tetapi, kemarahan tidak selalu salah. “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa” (Efesus 4:26). Kita semestinya marah saat melihat ketidakadilan di dunia. Namun, kebanyakan kemarahan kita, seperti Nebukadnezar, berasal dari niat yang kurang mulia, yaitu kepentingan diri sendiri dan keangkuhan. Apabila kita dikuasai oleh kemarahan, kita akan lepas kendali terhadap apa yang kita katakan dan lakukan. Paulus menantang kita, “[Janganlah] mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri” (Filipi 2:3).
Jika kita mulai mendahulukan orang lain, kita akan tahu bahwa kita membuat langkah awal untuk mengendalikan kemarahan —CHK
JIKA SESEORANG TIDAK DAPAT MENGENDALIKAN KEMARAHAN
IA AKAN MENYINGKAPKAN SISI TERBURUK dari DIRINYA